Minggu, 12 Februari 2012

KERETA AC EKONOMI IS THE REAL TRAIN

Kereta api menjadi alat transportasi yang telah mendarah daging buat para masyarakat Indonesia. Kereta api yang ada dari zaman penjajahan dahulu sampai zaman modern sekarang telah banyak mengalami perubahan. Dan, kereta api AC Ekonomi hadir dengan keunggulan yang lebih diantara kereta-kereta yang ada di Indonesia serta menjawab kritikkan dari masyarakat luas yang menginginkan kereta yang aman, nyaman, dan juga cepat.
Sebelum kereta AC Ekonomi ini muncul, masyarakat (khususnya yang berada di daerah JABODETABEK) mengenal kereta Ekonomi biasa. Kereta Ekonomi biasa ini memang menawarkan jasanya dengan cukup baik yaitu memberikan harga karcis yang murah (hanya Rp. 1.500) tapi tak didukung dengan pelayanan keamanan yang baik.
Buktinya saja banyak barang-barang yang hilang akibat tangan-tangan jahil seseorang yang sangat merugikan bagi pihak penumpang. Toh, buat penumpang kereta ini benar-benar menjaga barang serta sikap anda agar tidak dilirik oleh para pencopet.
Tapi, lain halnya buat anda penumpang yang menggunakan jasa kereta AC Ekonomi, karena akan dijamin pelayanan keamanan serta pelayanan anda menggunakan kereta tersebut akan baik. Kereta AC Ekonomi ini digerakkan dengan tenaga listrik yang didalamnya terdapat AC (Air Conditioner), kipas angin di tiap gerbongnya, tempat duduk yang nyaman, serta pintu yang otomatis. Pedagang yang suka berkeliaran tidak akan anda temui ketika berada di kereta ini, berbeda ketika anda berada di kereta Ekonomi biasa. “Saya merasakan kenyamanan ketika naik kereta (AC Ekonomi) ini” ucap seorang ibu.
Selain itu, anda tidak perlu takut kecopetan karena keamanan di kereta AC ini benar-benar ketat. Masinis yang ada di kereta AC lebih ketat ketimbang masinis yang ada di kereta Ekonomi serta masinis di kereta AC lebih banyak daripada masinis di kereta Ekonomi. Bagi penumpang yang naik kereta AC tapi dia tidak punya karcis, sang masinis langsung menegornya lalu menyuruh sang penumpang tersebut untuk membeli karcis denda seharga Rp. 10.000.
Lain kejadiannya lagi andai ada seorang penumpang yang salah membeli tiket, sang masinis menyuruh penumpang tersebut untuk segera turun di stasiun terdekat. Begitulah kinerja dari masinis yang ada di kereta AC, tapi lain halnya kinerja dari masinis untuk kereta Ekonomi karena masinis yang ada di kereta tersebut hanya punya satu dalam satu kereta, maka tak heran apabila masinis tersebut agak tidak memperdulikan penumpangnya yang tidak mempunyai karcis.
Meskipun harga yang dikenakan untuk menaiki kereta AC ini 3x lipat (harga kereta AC Ekonomi Rp. 4.500) dari harga kereta Ekonomi biasa, tapi tetap tak mengurangi minat  masyarakat untuk memakai jasa kereta AC Ekonomi ini.
Toh, lebih baik mahal dengan kenyamanan serta keamanan yang baik ketimbang murah tapi kualitas tidak baik.
Kereta AC Ekonomi akan sepenuhnya memberikan fasilitas-fasilitas yang baik dan memberikan kenyamanan buat penumpangnya.
Good Train Good Way. (Mauludi Rismoyo)

JAM KARET Sekedar Budaya atau Penyakit Menular???

“Aduh..!! Di mading tertulis jam 8 ternyata sampai jam 9 pun acara belum dimulai juga. Kebangetan!! Kalo gitu mah gue ga usah datang pagi-pagi deh.” Ucap si X.
“Haha.. Udah kebiasaan kali, sob” celetuk si Y.
Gimana rasanya coba jika anda menjadi si X? Pastinya ga enak, kan! Nah inilah budaya yang selama ini katanya sudah melekat erat pada diri masyarakat kita yaitu budaya Jam Karet. Budaya jam karet yang sudah melekat tanpa disadari atau tidak oleh masyarakat Indonesia ini mengarah pada sifat-sifat yang negatif yaitu tidak membangun menuju kemajuan, menunda-nunda pekerjaan, tidak disiplin terhadap peraturan yang sudah berlaku, dan kurang menyadari betapa pentingnya waktu dalam kehidupan sehari-hari kita.
Walaupun sebenarnya masyarakat kita tidak semuanya seperti itu (tepat waktu), tetapi  sayangnya mayoritas masyarakat kita adalah orang yang bertipe seperti ini. Jadi mau tidak mau budaya jam karet ini akan terus melekat erat pada diri kita.
Kalau saja kita bisa memanfaatkan waktu kita tanpa membuangnya percuma, itu akan menjadi lebih baik buat kita. Pekerjaan kita bisa segera terselesaikan sebelum waktunya, urusan kita bisa cepat kelar tanpa tergesa-gesa itu jika kita dapat menghargai waktu semaksimal mungkin. Bayangkan jika kita selalu molor waktu, semuanya bisa tidak maksimal, pikiran bisa saja tak terkoneksi dengan baik akibat capek terlebih dahulu di jalanan.
Saya pernah melihat salah satu video di Youtube, di video itu menggambarkan kehidupan sehari-hari yang dalam video itu menyebutkan kalau dalam sehari ada kurun waktu 8 jam untuk kita melakukan beberapa kegiatan. Bayangkan jika 8 jam itu masih dikurangi lagi dengan kelalaian kita akibat tidak bisa memanage waktu. Kita pun tak tahu berapa menit atau berapa jam kah dalam sehari kita seenaknya mengulur-ulurkan waktu. So, inilah pentingnya peranan kalian untuk bisa memanfaatkan dan memanajemenkan waktu kita dalam sehari.
Lain halnya lagi dengan cerita yang terjadi pada teman saya. Dia adalah mahasiswi perguruan tinggi swasta yang ada di Jakarta Pusat. Sekarang dia semester 3. Dia tipe orang yang tepat waktu. Sewaktu-waktu dia berada di semester 1 dan 2, kampusnya mengadakan seminar ataupun workshop. Dia melihat dengan jelas kapan waktu acara itu akan dimulai. Dia pun datang 15 menit sebelum acara dimulai. Namun perjuangannya yang datang lebih awal dengan harap bisa mendapat pembelajaran yang berharga harus buyar tatkala acara itu ngaret hingga 1 jam. Dan ketika semester 3 ini, apabila kampusnya mengadakan acara seminar atau workshop dia memutuskan unutk datang telat. “Gue ga mau lagi menjadi orang pertama yang datang dan menunggu acara yang diadakan kampus gue, karena gue udah tahu kebiasaan kampus gue” ucapnya.
So, mulai dari sekarang cobalah untuk menghilangkan budaya atau penyakit jam karet ini dan biasakanlah melakukan segala hal dengan tepat waktu. Dengan begitu cap sebagai orang sukses pun bisa ada dan menempel di diri kita, karena orang yang sukses menyadari sekecil apapun waktu itu adalah buah kesuksesan mereka. Maju terus Indonesia-ku janganlah kita sampai tertinggal oleh bangsa-bangsa lain karena hal seperti ini. (MAULUDI RISMOYO)