“Sepertinya dunia pendidikan kita berjalan seperti oplet, sementara iptek berlari secepat roket”. simpul Naba Aji Notoseputro dalam bukunya The Spirit Of Change, yang juga Direktur Akademi Bina Sarana Informatika (BSI).
Dari kutipan tersebut sudah terlihat dan terpampang dengan jelas kalau dunia pendidikan di Indonesia itu butuh yang namanya sebuah reformasi. Mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), sampai ke Perguruan Tinggi pun butuh yang namanya sebuah reformasi pendidikan di dalam tubuh lembaga itu sendiri.
Lalu reformasi seperti apa sih yang diinginkan oleh para masyarakat ataupun kalangan mahasiswa? Memberikan pendidikan yang murah, kah?
“Pendidikan itu mahal harganya. Saya pernah mendengar cerita dari sahabat Rasulullah SAW, kalau kita belajar kepada seseorang itu sama saja kita memberika sekarung gandum kepda orang itu. Jika kalian menginginkan sebuah pendidikan yang murah, ya pasti kualitas sumber daya manusia atau pengajarnya itu sendiri pun akan sama dengan harga pendidikan itu yaitu murah”. ucap Andy Jaya, mahasiswa jurusan Broadcasting kampus BSI cabang Cipulir.
Hal yang berbeda diutarakan oleh Aditya RS, mahasiswa jurusan Broadcasting kampus BSI cabang Salemba 45, komersialisasi pendidikan itu harus segera dibasmi karena jika terus menjamur di tiap tahun akan merugikan rakyat miskin.
Dan kali ini saya coba mempersempit ruang pendidikan kedalam lingkungan kampus BSI sendiri. Saya pun telah bertanya kepada beberapa mahasiswa mengenai dunia pendidikan di kampus BSI dan berikut komentar dan atau statement dan atau kritik dan saran mereka terhadap kampus BSI:
“Ini mengenai jam perkuliahan yang sesuai dengan apa yang dibayar oleh saya. Saya membayar perkuliahan pagi/siang, tetapi kenapa saya dikasih jadwal kebanyakkan siang/sore? Bukankah sore itu hanya untuk kelas yang membayar perkuliahan malam ataupun untuk para pekerja? Saya hanya menyarankan kepada BSI, jangan pernah mengecewakan kami sebagai mahasiswa di BSI”. kata Wahid, yang juga aktif di Senat Mahasiswa (SEMA) Depok.
“Menjadi seorang kameraman adalah tujuan saya masuk ke dalam jurusan Broadcasting di kampus BSI ini. Mungkin saya menyarankan kepada BSI, untuk jurusan Broadcasting lebih diperbanyak lagi dong praktek-prakteknya supaya jika kita lulus dari BSI itu bisa punya skill agar bisa diterima di salah satu stasiun televisi”. kata Muhammad Lingga, mahasiswa jurusan Broadcasting kampus BSI cabang Salemba 45.
“Di zaman sekarang, saat Negara Indonesia bersaing memberikan tempat untuk sebuah pendidikan yang lebih baik. BSI hadir membuka peluang dengan memberikan pendidikan yang tak kalah dengan universitas lainnya. Dengan biaya pendidikan yang terjangkau, sistem yang tidak mempersulit para mahasiswa, sarana yang kurang lebih melengkapi di tiap-tiap cabangnya dan dididik oleh para dosen yang kompeten dengan didampingin oleh staf-staf yang bertanggung jawab. Dan, dibalik sebuah kelebihan pasti terdapat kekurangan. Tapi, saya melihat BSI berusaha untuk sedikit demi sedikit menutupinya dengan memperbaiki tampilan dari dalam maupun luar. Contohnya ialah mengenai kasus bahwa BSI menyarankan kepada mahasiswa untuk memiliki Laptop masing-masing. Sebaiknya kita pandang hal itu secara positif, karena bukan hanya bentuk fisik Laptop tersebut yang kita butuhkan tetapi kebutuhan-kebutuhan yang diberikan Laptop itu bagi kita dalam memenuhi perbendaharaan ilmu maupun menyelesaikan tugas kita sebagai mahasiswa BSI. karena sesungguhnya keuntungan memang didapat untuk masing-masing individu yang mempunyai Laptop. Lalu, yang masih mengganjal bagi saya adalah mengenai toleransi dosen terhadap mahasiswa yang terlambat mengumpulkan tugas atau tidak masuk kuliah itu harus disertai keterangan seperti surat . Ada beberapa contoh dari masalah ini, hanya karna mahasiswa yang kerja dan tidak mendapat dispensasi dari kantornya, mahasiswa tersebut jadi telat mengumpulkan tugas kepada dosen yang bersangkutan. Akhirnya, dosen tersebut tidak menerima semua alasannya. Dan, ada juga dari beberapa dosen BSI yang tidak mau ambil tahu mengenai profesi ataupun status mahasiswanya. Semoga saja ini bisa menambah kesadaran dosen untuk bisa memahami mahasiswanya, memang terkadang mahasiswa cuek tapi bukan berarti mereka tak peduli. Alangkah lebih baiknya jika kita semua yang berada dalam ruang lingkup BSI bisa saling melengkapi”. urai Saldina, ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Paduan Suara Mahasiswa (PSM) BSI.
“Sebagaimana fungsinya sebagai lembaga pendidikan, BSI telah berupaya untuk melahirkan generasi yang mampu ikut bersaing di dunia pendidikan maupun dunia kerja dengan biaya yang tidak terlalu mahal dan akses yang mudah tentunya. Tapi, saran saya BSI perlu meningkatkan mutu materi di setiap jurusan yang ada, mengingat mahasiswa yang lulus nanti kemungkinan ingin melanjutkan tahap pembelajarannya ke jenjang yang lebih tinggi dan lebih baik lagi di kampu lain. Karena memang di BSI tidak tersedia gelar lanjutan untuk semua jurusan dan karena materi yang masih dirasa kurang itu lah maka mahasiswa perlu melakukan penyesuaian materi dengan beban Sistem Kredit Semester (SKS) yang tidak sedikit. Rasanya waktu belajar di BSI jadi terasa percuma dan hanya dinilai sebagai batu loncatan oleh para mahasiswa yang melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi lagi, kecuali BSI menyediakan study untuk gelar yang lebih tinggi juga. BSI pun juga jangan hanya mampu menambah cabang di setiap wialayah tapi juga perlu menjaga fasilitas penunjang yang lebih layak untuk beberapa kampus cabang tertentu, sehingga mahasiswa merasa nyaman. Dan saran saya (lagi) untuk BSI,coba untuk lebih meningkatkan perhatiannya kepada mahasiswa yang berprestasi di jalur akademik maupun non akademik, sehingga mahasiswa lebih terpacu untuk belajar dan tidak menutup kemungkinan untuk mahasiswa yang berpotensi tersebut menjadi lebih semangat membawa harum nama kampus BSI di jalur-jalur prestasi lainnya. Terakhir dari saya, semoga di kedepan harinya BSI bisa menghasilkan generasi yang lebih berkualitas”. tutur Ratih, yang juga aktif di UKM Teater BSI.
So, semoga dengan adanya suara yang sedikit dari para mahasiswa ini bisa diperhatikan, dirasakan, dibaca, dan didengar oleh petinggi-petinggi BSI untuk sebuah perubahan di tubuh kampus BSI yang lebih baik lagi di kedepan harinya. (Mauludi Rismoyo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar